Kastil Otaki, Destinasi Alternatif Anti Antri Panjang & Anti Mahal

Siapa yang ga bete udah jauh-jauh ke Jepang tapi waktu habis gara-gara ngantri panjang. Eh udah antri, pas masuk bayarnya mahal lagi! Ga usah pusing, cukup sekitar 1.5 jam dari Tokyo dan tiket masuk cuma 200 Yen (Rp 23000an, murah kan!) kamu bisa menikmati suasana kastil Otaki yang asri tanpa harus capek antri dan pusing liat kerumunan orang.

Banyak orang yang pernah ke Jepang pasti menyarankan untuk pergi ke Kyoto atau Osaka kalau mau berkunjung ke kastil. Tapi entah kenapa saya gak pernah tertarik mengunjungi kedua kota tersebut, alasanya sepele..males sama kerumunan orang, males ngantri panjang terutama di Kyoto.  Padahal di sekitar Tokyo aja masih banyak spot-spot tersembunyi yang sepi macam Kastil Otaki ini. Soalnya, Jepang itu ga cuma Tokyo, Osaka, Kyoto aja, kota-kota kecil atau pedesaan di sekitar juga punya daya tarik tersendiri lho.

 

This slideshow requires JavaScript.

Terletak di kota Otaki, prefektur Chiba, kamu bisa mencapainya dengan naik kereta express JR Wakashio tujuan Awa-Kamogawa dari stasiun Shinjuku dan turun di stasiun Ohara, lalu ganti kereta Isumi Railway tujuan Kazusa-Nakano terus turun di Otaki dan lanjut jalan kaki 700 m dari stasiun. Walaupun oper-oper kereta, tapi kamu bakal nikmatin sensasinya naik kereta pedesaan lho khususnya di Isumi Railway, selain armadanya retro banget mereka juga menghias sebagian keretanya dengan karakter kartun Moomin. Begitu keluar dari stasiun Otaki, langsung terasa nuansa pedesaanya padahal ini kota..tapi sepi banget. Mobil yang lewat aja bisa dihitung pakai jari. Gak ada kerumunan orang menggerombol di depan stasiun juga, bener-bener sepi. So, tempat ini recommended banget buat kamu yang suka ketenangan. Jalan menuju kastil dari stasiun melewati jalan raya, halaman sekolah dan jalan setapak. Jarak cuma 700m tapi medan terberat ada di jalan setapak karena nanjak lumayan terjal. Karena lagi musim panas pas saya lagi di sana, jadi sebentar-sebentar haus. So, jangan lupa bawa stok air minum lebih ya.

Nah balik ke soalan kastil, yang unik dari kastil Otaki ini setiap pengunjung yang sudah selesai melihat-lihat koleksi di dalam akan diberikan kesempatan berfoto gratis dengan pakaian ala ksatria Jepang zaman Sengoku, asik kan! Pengunjung bisa masuk ke dalam kastil untuk melihat koleksi benda-benda bersejarah dari sekitar kastil tapi sayangnya ada beberapa koleksi yang tidak boleh difoto oleh pengunjung (jangan coba-coba nekat foto ya, petugas ada dimana-mana). FYI, sebenarnya bangunan kastil ini adalah museum yang dibangun ulang pada sekitar tahun 1975 menyerupai bentuk kastil asli di zaman dulu. Makanya saya kaget, kastil jadul kok pake AC sentral hehe. Bangunan asli dibangun pada sekitar abad ke-16 oleh Nobukiyo Mariyatsu. Pada 1590 kastil ini ditempati dan dibangun ulang oleh Tadakatsu Honda, yang merupakan jenderal dari Tokugawa Ieyasu. Pada sekitar tahun 1870-an kastil ini roboh, baru dibangun ulang pada 1975 dan dijadikan museum. Kayaknya kurang sreg kalau berkunjung ke suatu tempat gak beli souvenir, jangan khawatir…biarpun sepi kastil Otaki ada kios souvenir di dekat loket masuk. Banyak pernak-pernik yang dijual di sini dari stiker, kartu pos, notes, keychain, dll. Saya beli kartu pos dan stiker (harganya murah) 120-160Yen, jangan lihat murahnya tapi gambarnya lucu juga kok.

Satu hal lagi, staff di museum memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi dengan Bahasa Inggris, sebaiknya gunakan bahasa Jepang campur bahasa tubuh. Biarpun blepotan dan campur bahasa tubuh, tapi mereka bakal mengerti kok. Jangan takut dan malu-malu kucing, justru ini sensasinya dari travelling sekalian belajar bahasa Jepang. Walaupun kastilnya sepi, tapi tetep worthed untuk dikunjungi kok. Justru karena sepi itu kunjungan kita jadi lebih nikmat karena ga harus desak-desakan dan pegel ngantri panjang.

 

 

Mengunjungi Katedral Sekiguchi alias Katedral Santa Maria Tokyo

Keringetan dan ngos-ngosan, akhirnya tiba juga saya di salah satu gereja Katholik terbesar di Tokyo ini untuk mengikuti misa Sabtu sore pukul 18.00 waktu setempat (16.00 WIB) walaupun telat 15 menit akibat kesasar, awalnya sempet hopeless karena kalau balik ke Stasiun Gokukuji lagi untuk buka google map bakal makan waktu. Nekatlah saya tanya orang sekitar dengan bahasa Jepang ala-ala, dan akhirnya saya ketemu seorang nenek. Beliau memberikan saya petunjuk jalan, yang saya ingat beliau bilang pokoknya jalan terus sampai ketemu lampu lalulintas terus belok kanan, lurus saja di sisi kanan nanti sudah kelihatan bangunannya. Setelah mengucapkan terima kasih ke beliau, saya langsung lari, apesnya jalannya agak nanjak dan saya ada di sisi yang salah jadi untuk ke gereja harus naik JPO dulu.

This slideshow requires JavaScript.

Setelah masuk ke dalam gereja, ternyata misa sudah mulai dan perkiraan saya sudah sampai pada bagian bacaan Injil sebelum Romo memberikan homili atau kotbahnya (misa di sini full Bahasa Jepang akan tetapi urutannya mirip-mirip kok sama Bahasa Indonesia). Misa Sabtu sore itu tidak begitu ramai, mungkin sekitar 40-50 orang saja. Alasan saya ikut misa yang Sabtu sore gara-gara saya khawatir bakal bangun kesiangan di hari Minggu. Soanya hanya hari pertama saja saya bisa bangun pagi (5.30 pagi), hari berikutnya jam 8-9an terus…efek betah kali ya haha. Walaupun ada kendala bahasa, tapi saya tetap bisa mengikuti misa kok, urutannya sama seperti misa yang biasa saya hadiri di Indonesia. Uniknya di sini misa cukup cepat, mulai jam 18.00, selesai sekitar pukul 18.50. Kalau di Indonesia, tiap tempat berlutut di kursi pasti ada busanya..namun lain halnya di Katedral Sekiguchi ini, hanya berlapis kayu saja jadi pastikan dengkul anda sehat ya hehe. Selain itu, kalau di Indonesia saat salam damai semua umat bersalaman, tapi di sini hanya menyapa satu sama lain sambil senyum (menyapa ala orang Jepang yang sambil agak menunduk gitu). Saya cukup kagum dengan umat yang menghadiri misa di sana, setelah menggunakan buku (mungkin sejenis buku puji syukur kalau di Indonesia) semua buku tersebut dikembalikan ke tempat semula dengan rapih seperti keadaan semula.

Sayangnya saya tidak bisa foto-foto saat misa berlangsung karena ada tanda larangannya, jadi saya sempatkan foto-foto setelah misa selesai. Setelah foto-foto, saya iseng keliling di dalam gereja. Ternyata di sebelah kursi deret kanan ada seperti mini-museum yang menjelaskan sejarah perkembangan gereja Katholik Roma di Jepang. Bangunan gereja ini juga unik kok, kalau katedral pasti yang ada di pikiran kita pasti ada menara lancip atau kubah dan arsitekturnya bergaya Eropa. Tapi kalau gereja ini model bangunannya sangat futuristik, terlebih atapnya yang mengkilat seperti stainless steel. Bagi travelers yang sedang jalan-jalan di sekitar Tokyo dan ingin mencoba pengalaman menghadiri misa dalam bahasa Jepang bisa berkunjung ke Katedral Sekiguchi, untuk infomasi jadwal dan akses bisa dilihat di website Keuskupan Agung Tokyo, ga usah khawatir..web mereka ada bahasa Inggrisnya kok.

Untuk sampai ke gereja ini, rekan backpackers bisa naik Tokyo Metro Yurakucho line lalu turun di stasiun Gokukuji, lalu keluar di exit no.6 lalu berjalan kaki selama 10 menit. Kalau naik bus bisa dari stasiun JR Shinjuku yang ke arah Nerimashakomae, turun di halte Chinzansomae, hanya 1 menit dari halte berjalan kaki.

Terima kasih sudah membaca 🙂

nantikan update post selanjutnya….

“Train-Watching” di Jembatan Shimogoinden

Lokasinya persis di depan gerbang stasiun JR & Keisei Nippori, tempat ini menyuguhkan pemandangan belasan jalur kereta api di bawahnya yang keren abis, jalur Shinkansen dan kereta biasa yang letaknya saling bersebelahan, apalagi kalau beruntung bisa dapat momen semua jalurnya dilewati kereta api.

This slideshow requires JavaScript.

Akses menuju jembatan ini cukup mudah kok, kalau dari Tokyo bisa naik JR Yamanote Line lalu turun di stasiun Nippori, ikuti petunjuk yang ada nanti akan ketemu gerbang nya. Pagar jembatannya cukup unik, berwarna coklat kehitaman, dan dihiasi ornamen bergambar kereta api. Waktu itu saya berkunjung sekitar jam 4 sore, dan ternyata cukup ramai sama anak-anak dan orang tuanya..ada yang sekedar lihat kereta saja, ada yang sambil dadah-dahin kereta api yang melintas..eits terkadang masinis suka membunyikan klakson saat anak-anak melambai-lambai ke arah kereta dari atas jembatan. Ini merupakan hal yang cukup unik menurut saya, kirain cuma di Indonesia aja kalau sore atau hari libur banyak anak-anak dan orang tuanya bahkan sambil disuapin makan buat nonton kereta api melintas..ternyata di Jepang juga…tapi bedanya gak sambil disuapin makan ya hehehe. Tempat ini juga nyaman karena gak ada gerombolan turis, jadi cocok buat yang pengen menenangkan diri dan yang ga nyaman berada di kerumunan orang. Karena kebelet pengen dapet foto kereta api yang bagus, saya sampe lupa kalau udah berdiri hampir sekitar 1 jam…eh ternyata gak dapet..mungkin kalau pagi akan dapat lebih banyak, tapi cukup asik kok berada di sini, apalagi kalau bisa melihat Shinkansen dan kereta biasa berjalan secara beriringan.

Naik Kereta Api di Jepang itu Gampang Kok…

Banyak yang udah merinding duluan liat ruwetnya peta jalur kereta di Jepang terutama di kawasan Tokyo..itu baru peta JR lho, belum Tokyo Metro, Toei Subway, Tokyu, Keisei, Keikyu, dll. Sayapun demikian, begitu lihat petanya di google langsung kicep…tapi setelah coba naik ternyata gak sesulit yang saya kira kok..lancar jaya 😀

1.Ketengan atau JR PASS/Tokyo Subway Pass?

Kalau menurut saya tergantung kebutuhan dan perginya kemana ya, kalau saya kemarin keliling daerah Kanto dan tempat-tempatnya terjangkau dengan kereta sehingga harus turun naik di beberapa stasiun, jadi saya pilih JR Tokyo Wide Pass seharga 10000 Yen atau 1.3 juta Rupiah dan berlaku selama 3 hari, bisa dipakai untuk kereta apa saja hingga Shinkansen selama tidak melebihi kawasan Kanto, selain itu pass ini tidak berlaku untuk gerbong “Green Car” apalagi Granclass hehe. Oleh karena itu kalau sering turun naik kereta daripada beli tiket satuan atau bolak balik tap kartu Suica, lebih baik pakai Pass saja, lebih murah. Untuk Tokyo metro pass bisa dibeli di toko seperti Bic Camera dengan menunjukkan pasport, saya beliyang 72 hour pass seharga 1500 yen atau 180ribuan.

2.Cara beli pass/tiket gimana?

Gampang kok…kalau untuk beli JR Pass kalau di Jepang bisa di stasiun-stasiun besar, cukup cari JR EAST Travel Service Center atau kalo nanya orang bilang aja “midori no madoguchi”. Untuk beli tiket bisa lewat mesin otomatis yang tersedia di stasiun, tenang aja sudah ada bahasa Inggrisnya kok, kalau sudah punya kartu Suica dan saldonya banyak tinggal masuk gate aja..prinsipnya sama kayak multitrip commuter line kok. Untuk beli kartu Suica bisa lewat mesin otomatis bertanda khusus, kalau bingung bisa tanya petugas di stasiun 😀

3.Cara tahu jalur & tujuan gimana?

Karena kereta di Tokyo kereta dan jalurnya disimbolkan dengan warna, jadi mudah untuk dipahami, papan keberangkatan juga cukup detail kok informasinya.  Kalau masih bingung bisa nanya orang sekitar, kalau bingung juga bisa download aplikasi smartphone android yang menyediakan info detail seperti peta rute sampai peta gedung stasiun: Japan trains, JR EAST official train info app, Tokyo metro navigation

4. Pengumuman di stasiun atau di kereta ada Bahasa Inggrisnya kah?

Ada kok, sebagian stasiun dan kereta ada pengumuman pengeras suara otomatis dwibahasa, mungkin pas olimpiade Tokyo 2020 bakal merata dwibahasa semua. Papan nama stasiun juga ada tulisan latinnya kok, jadi ga perlu khawatir. Lain halnya kalau di jalur kereta pedesaan ya, masih ada jadwal, pengumuman, dll masih dalam kanji Jepang..akan tetapi kalau plang nama stasiun sudah ada huruf latinnya, jadi cukup diingat-ingat saja kita mau turun naik di mana..ga usah diambil pusing, ntar malah ga jadi jalan kalau kicep duluan haha.

Tapi alangkah baiknya buat jaga-jaga setidaknya tahu sedikit kata-kata kunci dalam bahasa Jepang berikut ini: *saya belajar dari game PS1 Densha de go hehe.

*plus setidaknya tahu sedikit angka-angka dalam bahasa Jepang, bisa diliat di sini

1. 駅:eki: stasiun KA

2.乗り場:noriba: peron

3. 1番線: ichibansen: jalur 1

4.電車: densha: kereta listrik

5.列車:ressha: kereta api

6.1号車: ichigosha: gerbong 1

7.特急: tokkyu: kereta express

8.普通:futsuu/各駅停車:kakuekiteisha: kereta biasa (berhenti tiap stasiun)

9.自由席:jiyuuseki:bebas tempat duduk (tanpa reservasi)

10.弱冷房車: jakureibousha: kereta dengan AC yang “lembut/kurang dingin” (cocok untuk yang gak tahan AC, biasanya ada di kereta komuter di kota besar seperti Tokyo)

11. 快速:kaisoku: cepat

12.最終電車:saishuudensha: kereta terakhir

13.電車が来ます:denshagakimasu/電車が参ります: denshagamairimasu: kereta akan datang

14.電車が発車します:denshagahasshashimasu: kereta akan berangkat

15.電車が通過します:denshagatsuukashimasu: kereta melintas langsung

16.優先席: yuusensekii: kursi prioritas

17.ワンマン:wanman: kereta yang dioperasikan oleh 1 kru saja, biasanya kereta di daerah pedesaan.

18.まもなく:mamonaku: sesaat lagi

19.次は: tsugiwa: berikutnya

20.右:migi: kanan

21.左: hidari: kiri

5. Kalau salah naik/kelewatan stasiun gimana?

Saya pernah salah naik Shinkansen yang “Green Class” pas ada kondektur periksa tiket, ternyata JR pass saya gak cover hehe, yaudah deh saya disuruh berdiri di lorong deket sambungan. Kelewatan stasiun juga pernah pas naik Toei Oedo Line, simpel tinggal naik kereta arah sebaliknya aja, selama gak keluar dari stasiun gak akan bayar tiket lagi kok.

6.Kalau ada gangguan bagaimana?

Untungnya pas perjalanan saya kemarin gak sempet ngalamin, tapi dari cerita orang-orang yang pernah ke sana sih ya ikut panduan petugas aja, mereka helpful kok. *kalau misalkan mau ke bandara Narita, dan naik kereta..misal flight jam 6 sore, usahakan naik N’EX yang jam 2 atau setengah 3an, jangan terlena sama on-time nya kereta sana terus, berangkat mepet-mepet.. karena kita ga pernah tahu bakal ada kejadian apa nanti..misalnya kereta yang kita naiki nabrak orang bunuh diri *amit-amit bakalan lama proses evakuasinya, ga mungkin 15 menit beres.

Intinya, gak susah kok naik kereta di Jepang..ikutin aja alurnya, ga usah bingung-bingung, bisa liat aplikasi atau kalau buntu banget bisa minta bantuan orang. Kalau ada yang punya pengalaman lain tentang naik kereta di Jepang mungkin bisa share di kolom komentar juga 🙂

Solo-travelling vs Group ke Jepang, enak mana?

Tiap orang pastinya punya travelling style yang berbeda-beda. Misalnya ada yang demen ngelayap sendirian ada juga yang sukanya bareng sama temen-temen. Masing-masing ada keunggulan dan kelemahannya sendiri. Tapi, trip pertama saya 2 tahun silam ke negeri Sakura membuat saya lebih memilih solo-travelling ketimbang dengan grup apalagi sampai belasan orang.  Banyak orang yang masih memandang solo-travelling itu kayak orang kesepian, ah tapi pengalaman saya kemarin ke Jepang sendirian nggak tuh..malah dapet temen dan pengalaman baru hehe.

Jpeg
Saya 1.5 jam di Shimogoindenhashi, Nippori cuma buat nunggu momen ini ga ada yang protes *vivasolotravelling

1.Bebas

Salah satu kenikmatan dari solo travelling yaitu kebebasan; mau naik kereta di Tokyo keliling-keliling sampe pusing juga hayuk, jalan kaki sampe kaki bengkak ayo, bangun kesiangan atau kepagian, makan apa aja enak, kemana aja bebas..ga ada yang ngeluh, ngedumel, rese, atau ngalah demi kepentingan mayoritas. Sementara kalau dengan grup; kita terpaku pada itinerary grup dan tiap orang punya kesukaan yang beda-beda, intinya kurang bebas.

14054155_10207325453274981_332768761050195265_n
Teman-teman baru di Yadoya Guesthouse Orange Nakano

2. Teman Baru

Siapa bilang solo-travelling ke Jepang itu sepi, justru di sini lah kemandirian dan kemampuan adaptasi saya di tempat baru diuji, apalagi bahasa Jepang saya ala kadarnya modal belajar dari game playstation. Selama 5 hari saya memilih untuk menginap di dorm-style guesthouse, sekamar dicampur 10-12 orang..gak lama nyampe saya langsung dapet temen baru dari Korsel, kemudian Inggris, Vietnam, Jepang dan Taiwan. Padahal kalau di rumah saya cenderung introvert dan pemalu, ga tau kenapa begitu di Tokyo adaptasi saya cepet banget langsung akrab sama orang yang saya baru kenal…hehe. Saya juga diajarin nanya jalan, nanya harga dalam bahasa Jepang, dan sempet ditraktir makan sama temen-temen baru. Sementara kalau group travelling, pasti saya cenderung stick sama temen-temen sekelompok aja ketimbang orang sekitar.

3. Pengalaman Baru

Sendirian di negara orang mungkin kesannya serem ya bagi kebanyakan orang, tapi tidak buat saya. Banyak pengalaman yang saya pelajari dari perjalanan saya di Jepang ada yang keren ada yang malu-maluin juga. Salah satu pengalaman memalukan saya adalah ketika ditegur pegawai restoran Inarimachi di Ueno karena saya gak tahu kalau kebiasaan di sana habis makan harus kita rapihkan kembali, piring dan alat makan diletakan di rak piring kotor, parahnya lagi semua mata tertuju ke saya…yah saya cuma bisa senyum sambil nunduk-nunduk bilang “sumimasen & gomenasai” yang artinya maaf. Kalau ditegur doang sih saya biasa aja tapi tatapan mata pengunjung restoran itu yang bikin traumatis 😦 Gara-gara ini, begitu saya pulang ke Jakarta..setiap saya makan di restoran terutama fast food, selalu saya rapihkan kembali. Bahkan untuk naik eskalator (nyantai di kiri, cepat di kanan), naik kendaraan umum ga rusuh, ucapkan terima kasih bila dikasih kesempatan untuk menyeberang jalan (penyeberangan tanpa TL) dan milah-milah sampah pun masih kebawa begitu saya pulang.

4. Travel like a local

Ini dia yang menurut saya yang paling ngangenin ketika di Jepang. Selama saya di sana gak jarang kok kesasar dan mager buat balik ke stasiun untuk akses free-wifi buat buka google map, akhirnya nekat lah nanya orang sekitar. Saya akhirnya nanya lah sama orang sekitar, itung-itung sekalian belajar bahasa Jepang kan. Biarpun blepetan dan campur-campur bahasa isyarat tapi mereka respect, ada juga yang bales pake Bahasa Inggris dan membantu kok..malahan saya awalnya disangka orang Jepang juga padahal bukan :p. Saya sengaja nanya pakai bahasa Jepang karena ngikutin paham, kalau di tempat baru usahakan pakai bahasa lokal walaupun blepetan karena mereka bakal lebih respect. Selain itu, katanya kan “Obaasan” atau bibi atau nenek di Jepang itu katanya galak dan bawel ya..itu gak benar kok..saya sering banget dibantuin mereka, dari nanya jalan, disewain sepeda gratis sampe nyariin laundry koin, selama kita ga petakilan mah mereka baik. Saya gak bawa tongsis ketika saya ke Jepang (males juga), saya minta tolong orang fotoin saya, mau kok dan ramah juga. Tips dari saya buat yang baru pertama ke Jepang, inget 3S; Senyum Salam Sapa dijamin aman dan bakal dapet keramah tamahan khas Jepang hehehe. Kalau group travelling, pastinya kita bakal nempel terus sama kelompok dan kalau ada salah satu anggota yang pinter bahasa lokal pasti kita bakal nyuruh dia untuk nanya jalan dll. Padahal bersosialisasi dengan warga lokal adalah salah satu seni dari solo-travelling.

Intinya pilihan travelling style ada di tangan masing-masing. Solo-travelling ke negara orang awalnya emang bikin deg-degan tapi kalau udah sampe dan beradaptasi pasti bakal kangen dan bikin ga mau pulang deh..kalau belum berangkat aja udah takut ini itu kapan jalannya :p

Sekian kisah saya, terima kasih sudah membaca dan nantikan update selanjutnya ^_^

 

 

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑